Monday, November 23, 2009

Centralized Bandung Tourism



Dimana wisata belanja yang menarik? Saya yakin kebanyakan warga kota besar di Indonesia serempak menjawab “Bandung”. Terbukti dengan toko – toko fashion di kota kembang ini yang tidak pernah sepi pengunjung terutama di akhir pekan, mulai dari tempat belanja kaki lima dengan harga yang murah sampai dengan factory outlet dan butik dengan sajian kualitas barang kelas bintang serta harga yang nyaris setinggi langit. Kualitas dari semua barang fashion yang terdapat di kota Bandung memang tidak perlu diragukan lagi, ide – ide kreatif dari warga Bandung memang sangat inovatif dan cenderung berbeda dari yang lain. Tidak heran jika label “kreatif” telah melekat bagi masyarakat Bandung.
Dari kesemua hal positif tentunya memiliki sisi negative pula, begitu juga halnya dengan kota Bandung yang tidak pernah sepi pada akhir pekan. Kemacetan di beberapa pusat perbelanjaan tidak bisa dihindari. Mungkin kelalaian dari pemerintah daerah akan tata letak menjadi kelemahan kota Bandung. Kenyamanan belanja yang didapatkan ketika berbelanja tidak sebanding dengan kemacetan yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan terutama warga Bandung sendiri. Lokasi perbelanjaan yang relative jauh dari satu tempat ke tempat lainnya pun menjadi kendala untuk para wisatawan yang ingin berbelanja. Selain tidak hemat dari segi transportasi, waktu pun terbuang sia – sia karena macet.
Oleh karena itu, ada solusi yang mungkin bisa menjadi masukan bagi pemerintah kota Bandung. Menurut saya, tidak ada salahnya jika dibuat sentralisasi wisata belanja di kota ini. Sebagai contoh, Jl. L.L.R.E Martadhinata yang terkenal dengan deretan factory outlet (FO) nya bisa dijadikan pusat factory outlet. Sehingga wisatawan bisa berjalan kaki dari satu FO ke FO lainnya. Supaya menarik, jalanan tersebut dilengkapi dengan trotoar yang luas bagi pejalan kaki dan dihias dengan lampu – lampu, tanaman hijau, dan tempat duduk. Serta dibangun gedung parkir bertingkat bagi para pengendara mobil, sehingga sepanjang deretan FO hanya bisa dinikmati oleh para pejalan kaki. Kita ambil contoh bahwa sentralisasi ini sudah dilakukan yaitu di kota Jakarta. Di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dijadikan pusat cafĂ© dan restaurant. Sehingga pengunjung bisa berjalan kaki dari satu resto ke resto lainnya. Jika sentralisasi ini terwujud, sangatlah banyak manfaatnya. Selain menghemat biaya transportasi wisatawan, polusi pun dijamin berkurang. Selain itu, mata pengunjung dimanjakan dengan hiasan di pinggiran jalan. Bisa juga diadakan pameran atau diskon barang – barang yang bisa menarik pengunjung. Dengan adanya sentralisasi seperti ini memudahkan pemerintah kota dan pengelola toko dalam aspek pengelolaan. Karena mereka tidak perlu lagi mengecek toko yang dikelolanya dengan harus bepergian ke berbagai lokasi yang berjauhan. Kemacetan pun dapat diminimalisasikan, dan yang paling utama semua warga bisa menikmati wisata dengan nyaman.
Untuk wisata kuliner bisa di sentralisasi di kawasan Dago pakar misalnya. Karena daerahnya yang berbukit dan cenderung tinggi menjadikan kawasan ini masih sejuk dan pastinya menjadikan nilai tambah bagi para pengunjung yang ingin bersantap makan. Apalagi kawasan dago pakar menyajikan pemandangan alam yang sangat indah. Lampu – lampu di perkotaan Bandung bisa terlihat dari Dago pakar ketika malam hari.
Kita menyadari tidak semua wisatawan memiliki kendaraan pribadi, oleh karena itu tidak ada salahnya disediakan angkutan khusus wisatawan yang bisa mengantar dari pusat perbelanjaan sampai ke tempat wisata kuliner. Angkutan tersebut bisa berupa bus tingkat dengan atap terbuka, sehingga wisatawan bisa menikmati segarnya udara kota Bandung dan sekaligus melihat pemandangan di sepanjang jalan. Usulan ini bisa menekan tingkat kemacetan kota Bandung, karena wisatawan akan lebih tertarik menggunakan angkutan khusus yang unik ini dan menjadikan pengalaman tersendiri.
Jika kita boleh menengok sedikit ke Negara tetangga, mereka telah melakukan sentralisasi wisata lebih dulu. Sebut saja Singapore yang sangat terkenal dengan Orchard Road nya, terdiri dari sederetan kawasan belanja dan juga Mal. Para wisatawan sangat menikmati berjalan kaki di trotoar yang luas di bawah pepohonan yang rindang dan udara yang sejuk. Kita pun tidak direpotkan dengan sulitnya mencari parkir untuk kendaraan. Antrian taksi pun sudah disediakan di beberapa titik. Apalagi dengan tersedianya transportasi seperti MRT di bawah tanah yang bisa mengantar kita ke tempat perbelanjaan lainnya yang lokasinya agak jauh. Terowongan bawah tanah pun bisa menghubungkan kita dengan tempat belanja di seberang jalan. Selain itu, di Singapore juga terdapat bus tingkat dengan atap terbuka yang disebut dengan Singapore Sightseeing yang menjadi daya tarik para wisatawan.
Alternative lain pun akan bermunculan seiring dengan perwujudan solusi untuk mengatasi kemacetan di kota Bandung. Tapi menurut saya, sentralisasi merupakan solusi yang baik jika dilihat dari segi manfaat yang sangat banyak. Kemacetan pasti akan menurun dan juga polusi berkurang. Selain itu, wisatawan pun bisa menghemat biaya transportasi dengan adanya amgkutan khusus untuk menjelajahi lokasi wisata.

Friday, May 29, 2009

saving the future by saving the children



As we know, the bright future is only reachable by credible people. And it is not that simple to build a strong foundation to produce that credibility. The children from the now generation can make it, our future is in their hands. So, we have to start by giving the children around the world good education and to be certain taking a really good care of them! As the result, the bright future will be as bright as the sunrise....


xoxo, Vitha